Hukum Perkawinan menurut Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
Satu bagian yang sangat penting di dalam Hukum Kekeluargaan adalah Hukum Perkawinan.
Hukum perkawinan di bagi dalam dua bagian, yaitu :
- Hukum perkawinan
Hukum perkawinan adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan suatu perkawinan.
- Hukum kekayaan
Hukum kekayaan dalam perkawinan adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan harta kekayaan suami dan istri di dalam perkawinan.
- Di dalam kita mempelajari hukum perkawinan ini, ada beberapa asas yang harus diperhatikan.
Perkawinan didasarkan pada asas monogamy (pasal 27 BW). Penegasan ini tercantum pada dalam pasal 27 BW yang berbunyi : Dalam waktu yang sama seorang lelaki hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang perempuan hanya seorang suami.
- Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungannya perdata (pasal 26 BW).
Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan di muka petugas kantor Pencatatan Sipil.
- Perkawinan adalah suatu persetujuan antara seorang lelaki dan seorang perempuan di dalam bidang hukum keluarga.
Menurut pasal 28 asas perkawinan menghendaki adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami istri. Dengan demikian, jelaslah kalau perkawinan itu adalah suatu persetujuan.
- Perkawinan supaya dianggap sah harus memenuhi syarat-syarat yang dikehendaki oleh undang-undang.
Mengenai syarat-syarat perkawinan ada beberapa yang harus diindahkan. Syarat-syarat ini dibeda-bedakan antara lain :
- Syarat materiil (syarat inti)
Syarat ini masih dapat diperinci lagi antara syarat materiil absolut dan syarat materil relatif. Syarat materiil absolut adalah syarat yang mengenai pribadi seorang yang harus diindahkan untuk perkawinan pada umumnya.
Syarat ini adalah sebagai berikut :
- Monogamy
- Persetujuan antara kedua calon suami istri
- Orang yang hendak kawin harus memenuhi batas umur minimal (pasal 29)
- Seorang perempuan yang pernah kawin dan hendak kawin lagi harus mengindahkan waktu 300 hari setelah perkawinan yang dahulu dibubarkan (pasal 34)
- Untuk kawin, diperlukan ijin dari sementara orang (pasal 35-49)
Syarat materiil relatif adalah mengenai ketentuan-ketentuan yang merupakan larangan bagi seorang untuk kawin dengan orang tertentu.
Ketentuan-ketentuan ini ada 2 macam, yaitu :
- Larangan untuk kawin dengan orang yang sangat dekat di dalam kekeluargaan sedarah atau karena perkawinan.
- Larangan untuk kawin dengan orang, dengan siapa orang itu pernah melakukan perbuatan zinah.
- Larangan untuk memperbaharui perkawinan setelah adanya perceraian jika belum lewat waktu 1 tahun.
- Syarat Formal
Ini dapat dibagi dalam syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dilangsungkan perkawinan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi berbarengan dengan dilangsungkannya perkawinan itu sendiri.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum perkawinan dilangsungkan perkawinan adalah :
- Pemberitahuan tentang maksud untuk kawin
- Pengumuman tentang maksud untuk kawin
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi berbarengan dengan dilangsungkannya perkawinan diatur dalam pasal 71-82 yang antara lain menentukan :
- Calon suami istri harus memperlihatkan akta kelahirannya masing-masing.
- Akta yang memuat izin untuk perkawinan dari mereka yang harus memberi izin, atau akta dimana ternyata telah ada perantara dari pengadilan.
- Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus diperlihatkan akta perceraian, akta kematian atau di dalam hal ketidak hadiran suami (istri) yang dahulu, turunan izin hakim untuk kawin.
- Bukti bahwa pengumuman kawin telah berlangsung, tanpa pencegahan.
- Dispensasi untuk kawin, di dalam hal dispensasi itu diperlukan
- Jika ada perselisihan pendapat antara Pegawai Catatan Sipil dan calon suami istri tentang soal lengkap atau tidaknya surat-surat yang diperlukan untuk kawin, maka hal ini dapat diajukan kepada pengadilan yang akan memberi keputusan tanpa banding.
Masalah perkawinan, ketentuannya secara rinci telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang dilaksanakan dengan peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975.
Perkawinan menurut hukum perdata (BW) adalah hubungan keperdataan antara seorang pria dan seorang wanita dalam hidup bersama sebagai suami istri. Menurut KUH Perdata (BW) perkawinan itu sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Pihak calon mempelai dalam keadaan tidak kawin.
- Laki-laki berumur 18 tahun, perempuan 15 tahun.
- Dilakukan dimuka pegawai Kantor Pencatatan Sipil.
- Tidak ada pertalian darah yang terlarang antara kedua calon mempelai.
- Dengan kemauan bebas tanpa ada paksaan dari pihak lain
Sahnya perkawinan itu kalau memenuhi dua syarat, yaitu :
Ayat 1 : Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu
Ayat 2 : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan dapat putus oleh sebab-sebab tertentu yaitu :
- Karena kematian salah satu pihak atau kedua-duanya.
- Karena kepergian suami atau istri selama sepuluh tahun berturut-turut tanpa adanya pemberitahuan kabar.
- Karena perpisahan meja dan ranjang
- Karena perceraian.
Setelah perkawinan terjadi, timbul hak dan kewajiban suami istri, hak dan kewajiban itu ialah :
- Suami mempunyai kekuasaaan marital, artinya suami sebagai kepala rumah tangga dan dan bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya.
- Adanya kewajian alimentasi (kewajiban memberi nafkah, memelihara, mendidik).
- Istri wajib mengikuti kewarganegaraaan suami.
- Istri wajib mengikuti tempat tinggal suami.
Perceraian terjadi karena beberapa sebab :
- Karena berzina
- Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan sengaja.
- Karena salah satu pihak dihukum selama minimal 5 tahun.
- Karena penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.
Perceraian sah setelah diumumkan dan didaftarkan pada pegawai kantor pencatatan sipil ditempat mana perkawinan itu berlangsung. Setelah perceraian terjadi, segala hak dan kewajiban yang berhubungan dengan perkawinan tidak ada lagi. Perceraian juga membawa akibat hukum bagi anak-anak yang masih dibawah umur dan terhadap harta kekayaan. Setelah berkunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan yang diatur dalam Buku I KUH Perdata sebagian besar kini tidak berlaku lagi. Maka mengenai pengertian perkawinan, syarat-syarat perkawinan, hak dan kewajiban suami istri, putusnya perkawinan dan alasan-alasan perceraian diatur menurut UU No. 1 tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya.